Jumat, 27 Januari 2012

Lomba Menulis Nasional 2012

For Adik-adik SMA/MA/SMK kelas 3, ikuti lomba manulis nasional 2012 oleh Institut Pertanian Bogor
Informasi lebih lanjut: http://ipb.ac.id/


Banyak Bantuan Biaya Pendidikan dan Beasiswa di IPB

Kuota Bidikmisi IPB: untuk 1000 mahasiswa baru kuliah Gratis
Banyak beasiswa di IPB untuk mahasiswa baru: Rabobank, Antam, KSE, POM, CIMB Niaga, Mandiri Edukasi, dll
informasi FB: Pastikan Pilih IPB!

Ayo Kuliah ke IPB

Assalamu'alaykum
Mari masuk Institut Pertanian Bogor, salah satu perguruan tinggi negeri terdepan berbasis pertanian. Jangan malu memilih pertanian, karena pertanian bukan seperti yang sebelumnya dipikirkan, yaitu bercocok tanam saja, membajak sawah, kumuh dan sebagainya. Namun pertanian di sini meliputi pertanian secara luas, ada pertanian, ekonomi pertanian, kedokteran hewan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan lain-lain. So jangan takut dengan pertanian, kalau bukan kita yang menjadi terdepan untuk pertanian Indonesia, lalu siapa lagi?
informasi:
http://snmptn.ipb.ac.id/
http://ipb.ac.id/
Fb: Pastikan Pilih IPB!

Selasa, 20 September 2011

Bidik Misi Berprestasi

Bidik Misi Berprestasi

Jika melihat daftar mahasiswa IPB yang berprestasi di luar negeri pastinya sangat membanggakan sekali. Terlebih mahasiswa-mahasiswa berprestasi tersebut berlatarbelakang dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Tentu saja hal ini dapat menjadi bukti, bahwa keterbatasan ekonomi seseorang tidak berpengaruh terhadap prestasi dan impian untuk meraih kesuksesan.
Tepatnya 19-21 Agustus 2011, tujuh mahasiswa IPB dari beberapa fakultas yang berbeda telah mengikuti call for paper  di sebuah konferensi Internasional di Shanghai- China selama tiga hari. Konferensi Internasional yang dikenal dengan ICEEA 2011 (International Conference on Environmental Engineering and Aplications), merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh APCBEES (Asia-Pacific Chemical, Biological, and Environmental Engineering Society) di Negara-Negara berbeda setiap tahunnya.
Di antara tujuh mahasiswa ini, tiga di antaranya adalah mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi. Tentu saja hal itu berarti bahwa mereka berasal dari keluarga dengan perekonomian yang kurang mampu. Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka, maupun bagi orang-orang di sekitar mereka. Ketika di wawancarai, Hevi Metalika Aprilia (SVK 47) mengaku masih belum percaya bahwa dia baru saja pulang dari luar negeri.  “Dulu, saya bahkan tidak berani bermimpi untuk sekedar melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, banyak yang mensuport saya, sehingga hanya dengan modal keberanian dan semangat yang tinggi saya mendaftar ke IPB. Alhamdulillah, bidik misi hadir sebagai jawaban atas doa-doa saya kepada-Nya. Begitu sampai di kampus para pejuang ini pun, saya masih begitu takut untuk bermimpi. Jangankan mengikuti perlombaan skala Internasional, yang skala Nasional saja tidak pernah terfikirkan. Tapi semua berjalan sesuai kehendak-Nya, asal kita mau tekun berusaha dan berdoa, hal-hal luar biasa yang tidak pernah terfikirkan pun bisa datang begitu saja. Subhanallah sekali, bahkan Dia memberi apa yang tidak kita pinta. Dan mulai sekarang, aku selalu berani bermimpi. Tentang apapun. Setinggi-tingginya”, begitu penjelasan mahasiswi asal Tuban, Jawa Timur ini.
Berbeda dengan Azfar Reza Muqafa (ESL 47), yang sudah sangat optimis dari awal tentang impian-impiannya. Reza berkata, “Kemampuan seseorang tidak pernah dibatasi oleh fisik ataupun materi, kedua hal itu akan mempengaruhi diri kita untuk tidak memaksimalkan kemampuan yang ada. Karena setiap orang telah diciptakan Allah dengan segala potensi dan kelebihannya masing-masing, yang InsyaAllah semuanya memiliki manfaat yang luarbiasa”.
Mahasiswa ke-3 penerima beasiswa bidik misi yang ikut serta menorehkan prestasi di Negeri Tirai Bambu ialah Riki Cahyo Edy (IE 47). Sebelumnya baru-baru ini juga Riki sebagai ketua kelompok PKM GT yang telah lolos didanai oleh DIKTI tahun 2011. Dengan senyum lebarnya ketika diwawancarai, Riki menyampaikan kesan dan pesannya, “Kegiatan seperti ICEEA 2011 ini ataupun semacamnya, memberikan banyak pengalaman yang bermanfaat. Semoga kegiatan mahasiswa seperti ini dapat menjadi program kerja dari Ditmawa untuk lebih mensosialisasikan kepada mahasiswa menuju IPB sebagai World Class University”.
Dengan adanya prestasi tersebut, diharapkan mampu memicu semangat mahasiswa untuk bisa lebih berprestasi dibidangnya. Faktor ekonomi sudah tidak zamannya lagi dijadikan alasan untuk tidak mampu meraih prestasi dan mimpi. Justru, orang-orang dengan latarbelakang ketidakmampuan pada finansial biasanya memiliki semangat dan impian yang lebih tinggi untuk bisa maju. Yang terpenting adalah niat dan semangat. met-ric.red


Rabu, 20 Juli 2011

Menggali Jejak Inspiratif

Rasanya tak hentinya untuk berkarya. Karya yang hebat adalah karya yang membekas membentuk jati diri. Membentuk  amalan jama'i, tak sebatas goresan tinta. Namun goresan yang membekas tak hanyut oleh derasnya air. Aku bersyukur atas nikmat yang Allah berikan padaku, dan ingin rasanya untuk berbagi kepada adik-adikku. Tekad ini sudah bulat. Aku ingin mereka lebih semangat lagi. Merasakan potensi dirinya. Melalui Pemuda Inspiratif, diriku dapat merasakan itu. Senyum mereka. Semangat mereka, terkadang naik-turun. Wajar, namun sungguh inilah nikmat Allah yang Maha dahsyat. Senang rasanya bersama mereka. Alhamdulillah mulai menuai prestasi. Aku yakin mereka mampu menjadi orang. Orang yang tak sembarang orang, namun orang yang mampu menginspirasi. Mengajak yang lain untuk berbuat. Berbuat apa adanya. Dengan segala kemampuannya. Hidup ini harus kita ukir dengan indah bersama. Selalu kita melupakan sesama. Entah demi prestasi atau posisi. Jarang rasanya menikmati kebersamaan. Bersama bergandengan. Bersama menginspirasi. Jangan malu untuk bersama. Bersama membangun peradaban dengan amalan-amalan jama'i kita. Sungguh, alangkah senangnya kita semua berbondong-bondong memasuki surgaNya bersama. 


Catatan: Pemuda Inspiratif, Juli 2011

Oleh: Rico Juni Artanto

Senin, 27 Juni 2011

Operasi Yustisi: Solusi Tragis Pasca Urbanisasi di Jakarta


Operasi Yustisi: Solusi Tragis Pasca Urbanisasi di Jakarta
Oleh : Rico Juni Artanto
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor
Panorama Jakarta menjadi sasaran empuk bagi penduduk daerah. Wisatawan mancanegara pun kerap lengket dengan hiruk pikuk ibu kota. Pecinta bisnis dari berbagai kalangan mulai “gelar” tikar pasca kabar memarak bahwa Jakarta akan menjanjikan hidup semakin lebih layak. Utamanya menjelang lebaran, pasukan daerah mulai menyisiri ibu kota. Seperti yang dilansir oleh Suara Pembaharuan 2010 bahwa sekitar 2,35 juta orang menyerbu Jakarta selama arus balik Lebaran 2010. Dari jumlah itu, sekitar 55.700 orang di antaranya merupakan pendatang baru musiman.
Data Posko Angkutan Lebaran Dishub DKI Jakarta juga menyebutkan, jumlah warga Ibukota yang mudik pada Lebaran 2010 mencapai 2,3 juta orang. Sedangkan, jumlah arus balik mencapai 2.355.700 orang. Sehingga, terdapat tambahan pendatang sekitar 55.700 orang. Fenomena ini yang melatarbelakangi munculnya kebijakan sepihak.
Operasi Yustisi merupakan sarana aturan tertib administrasi bagi pendatang yang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 32 tahun 2010 tentang Pelaksanaan OYK dan Penertiban Terpadu Dalam Rangka Penanggulangan Urbanisasi. Pada bulan Juni terjaring sebanyak 150 penduduk Jakarta Timur pasca Operasi Yustisi yang diadakan 9 Juni 2011 lalu. Selama ini sudah banyak yang menjadi korban Operasi Yustisi. Tak tanggung-tanggung, bagi para pendatang illegal berdasarkan  Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2005 akan dijatuhi denda maksimal 5 juta dan sanksi pidana 3 bulan penjara. Memang ironis, ternyata ibu kota belum adil.
Berbagai protes warga menuai terhadap pelaksanaan Operasi Yustisi. Operasi ini belum mampu menjadi solusi bagi urbanisasi. Secara data memang mengalami penurunan di tahun 2006. Pada tahun 2006 hanya terjadi peningkatan 124.427 penduduk baru. Angka itu lebih kecil dibandingkan tahun 2005 yang mengalami pertambahan penduduk 180.767 jiwa. Namun jika dilihat dari aspek sosial ekonomi justru memiliki dampak yang lebih terhadap pendatang. Kebutuhan mereka untuk datang ke ibu kota tak luput untuk mencari nafkah untuk dapat bertahan hidup. Perekonomian dirasa kurang merata di daerah. Pusat ekonomi untuk saat ini terbatas di sentral kota atau ibu kota negara. Alasan logis ini yang mendorong motif mereka bergerak menuju pusat perekonomian negara. Memang berbeda dengan beberapa negara di dunia, pusat perekonomian dan bisnis tidak satu lokasi dengan ibu kota negara. Dengan ini seharusnya pemerintah tidak bertindak sepihak terhadap para pendatang ilegal. 
Pemerintah seharusnya melakukan tindakan edukasi kepada penduduk illegal ibu kota dengan mengadakan sosialisasi kependudukan terpadu secara masif. Sehingga penduduk akan lebih faham terhadap pentingnya identitas kependudukan pasca urbanisasi. Selain itu pemerintah sekarang juga harus mulai memikirkan serta bertindak terkait pemerataan ekonomi daerah. Terkesan daerah kurang menjanjikan bagi mereka. Namun di satu sisi kebutuhan mereka semakin besar. Pemerintah harus memikirkan keberadaan mereka. Jangan hanya main gusur pukul rata masuk penjara sementara tidak melihat dari sudut pandang psikologi mereka. Mental mereka akan jauh lebih tertekan saat itu. Jika mampu mereka justru baiknya dikembangkan dalam rangka pemberdayaan masyarakan urban dan peningkatan perekonomian ibu kota. Jadikan sosok ibu kota yang damai sejahtera bukan sosok yang menyeramkan karena hukum yang saklak ditegakkan, karena Jakarta milik kita semua.

-Semoga tulisan singkat ini mampu memberikan inspirasi pemerintah-

Sabtu, 14 Mei 2011

Bulog: Posisi Strategis, Harus Solutif

Bulog: Posisi Strategis, Harus Solutif
Tak dapat dipungkiri, beras menjadi salah satu komoditi strategis, ekonomis, bahkan politis. Revitalisasi kebijakan pengadaan gabah/beras sebagai awalan tahun 2008 silam justru seharusnya mampu menjawab tantangan ketahanan pangan tiap tahunnya. Namun sungguh ironis dengan maraknya impor besar-besaran. Pada posisi ini Bulog memiliki peran penting. Peran Bulog sampai saat ini belum sepenuhnya optimal. Parahnya impor beras agaknya sudah menjadi tradisi. Peran stabilisasi harga masih diragukan, termasuk operasi pasar yang lamban. Pengaturan stok beras belum menjamin berjalan dengan baik. Tetap saja, Bulog impor beras. Bulog kerap lepas target. Penyerapan target 3,2 juta ton di tahun 2010 praktis macet, hanya mampu menyerap 1,89 juta ton beras saja. Pasalnya Bulog beraninya tebang pilih soal serap menyerap beras. Bulog tak mau menyerap beras petani di bawah standar. Giliran produksi bagus dengan harga di atas Harga Pokok Pembelian (HPP), Bulog nyaris bisu. Inginnya tetap eksis impor beras. Keberpihakan Bulog kepada luar negeri justru menimbulkan maraknya eksistensi tengkulak terhadap petani.  Bulog menjadi sahabat petani rasanya miris karena jauh dari kenyataan.
Tahun 2011, Bulog menargetkan sebesar 3,5 juta ton beras. Angka ini lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang mematok sebesar 3,2 juta ton beras. Semoga tak hanya iming-iming belaka, jadi perlu kerja keras dengan targetan yang meningkat. Bulog harus memberikan apresiasi lebih ke petani dengan mengupayakan fungsi kebijakan secara adil. Kebijakan komersial Bulog diharapkan mampu mengimbangi operasi pasar sekaligus memberikan solusi ke petani. Sehingga Bulog tak hanya nurut saja dengan standar baku tanpa harus menganalisis dampaknya terlebih dahulu. Terlebih pemerintah juga telah menyiapkan anggaran cadangan risiko fiskal sebesar 2 T di tahun 2011. Selain itu berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi tahun 2011 sebesar 67,31 juta ton gabah kering giling naik 895,86 ribu ton (1,35 persen) daripada tahun 2010. Bisa diprediksikan produksi beras tahun ini mencapai 38,1 juta ton atau surplus 3 – 4 juta ton. Tak ada alasan lagi Bulog berkelit soal penyerapan beras tahun ini. Impor bukan menjadi solusi kebijakan, jika prediksi yang matang ini sudah menjadi acuan. Kondisi ini memungkinkan Bulog untuk memperkuat posisi. Bulog jangan jaga image. Jika diperlukan terjun ke masyarakat petani, segera dilakukan. Jangan hanya sibuk ngantor saja. Studi lapang ini dalam rangka pembangunan kembali mitra yang baik. Hal-hal yang menjadi penghambat segera diketahui sampai dasar dan langsung berupaya untuk segera mencari solusinya. Dengan cara ini Bulog akan mampu menjalankan mitra baiknya dengan petani.
Operasi pasar melalui kebijakan Raskin, diharapkan mampu memasok beras secepatnya dengan harga terjangkau oleh masyarakat miskin. Namun disadari atau tidak, Raskin sampai saat ini masih menimbulkan polemik. Betapa tidak, Raskin yang kini dijatah 15 kg per KK Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) justru banyak mengalami penyusutan, bahkan sampai susut 5 kg. Entah apa penyebabnya dan siapa dalangnya, seharusnya Bulog cepat bertindak mengambil kebijakan untuk kasus ini. Belum selesai soal kuantitas Raskin, kualitas beras juga banyak diperbincangkan. Bulog, dalam hal ini harus serius menyikapi. Bukan semata-mata karena untuk orang miskin lantas masyarakat harus dibodohi dengan kuantitas serta kualitas beras Raskin. Sungguh ironis jika Bulog memiliki niatan demikian. Distribusi Raskin juga menuai keresahan pasca molornya distribusi beras ke lokasi. Sehingga perlu meningkatkan sistem distribusi dari hulu ke hilir secara terpadu dengan kontroling yang super ketat. Dikhawatirkan Bulog sudah optimal namun pihak-pihak lain justru mengambil kesempatan karena lemahnya sistem yang telah dibangun.
Rangkaian alur cerita di atas belum tutup begitu saja, karena justru keterlibatan pemerintah sebagai pemangku kebijakan sangatlah berperan. Kekuatan Bulog dalam memegang perannya sangat tergantung dengan pemerintah. Bulog yang kini sebagai Perum justru hanya mengekor dengan apa yang diintruksikan oleh pemerintah. Jika Bulog salah praktis pemerintah sembunyi tangan. Belum lagi fungsinya yang kurang optimal, Bulog kurang memberikan kebijakan yang solutif di masyarakat. Seharusnya posisi Bulog saat ini sangatlah strategis dengan beberapa aspek yang mendukung. Sebelumnya fungi Bulog adalah menjaga stabilitas harga beras dan komoditi lainnya. Namun kini Bulog telah menjadi Perum dan fokus pada ketahanan pangan komoditi beras. Kini, pemerintah harus mengupayakan untuk tetap mengembalikan posisi Bulog agar lebih berperan sebagai penyangga beras nasional, dan dapat menjaga stabilitas harga beras yang bisa dijangkau masyarakat. Bulog juga harus menjalankan fungsinya dengan baik. Posisi ini yang seharusnya dapat dimanfaatkan Bulog secara optimal. Jangan lambat, perlu kreativitas bagi Bulog dalam menjalankan misinya. Jika memang perubahan posisi ini dirasa kurang menguntungkan, pemerintah harus siap optimalkan posisi Bulog sebelumnya. 

Oleh: Rico Juni Artanto
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB