Selasa, 03 Mei 2011

Hari pendidikan: Harga diri anggota dewan dipertanyakan

Hari pendidikan: Harga diri anggota dewan dipertanyakan
Tetap saja ngotot, rencana pembangunan Gedung DPR yang rencananya menelan anggaran sebesar 1,138 T padahal banyak menuai kontra. Pasalnya gedung DPR saat ini kurang memadai. Padahal menurut para ahli gedung DPR diperkirakan masih layak pakai sampai tahun 2020. Selanjutnya pembangunan gedung baru bukan keperluan mendesak. Ditambah pimpinan sidang yang kurang bijaksana dalam meramu pendapat. Walkout beberapa fraksi perlu diuji lanjut. Tak cukup itu, beberapa komisi DPR bakal berbondong ke luar negeri. Sebut saja kunjungan estafet komisi I DPR yang menelan anggaran 4,5 M ini agaknya kontroversial. Sangat miris sang pejuang rakyat kita justru berfoya foya. Lantas sebaiknya seperti apa?
            Sekadar menyadarkan para pemangku kepentingan di parlemen. Sudah saatnya mulai berkaca dari sekarang. Momentum 2 Mei semoga menyurutkan niatan, karena masih banyak tugas-tugas dalam rangka optimalisasi pendidikan di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu parameter. Tahun 2009 Indonesia menempati posisi darurat, turun dari posisi ke-105 ke-111. Pemerintah mulai konsentrasi dengan masalah pendidikan. Tahun ini pendidikan dianggarkan sebesar 20,2%, praktis lebih besar dari Singapura. Namun mengapa pendidikan di Indonesia belum berkembang pesat?
Pendidikan merupakan salah satu indikator IPM sehingga perlu konsentrasi dan gerakan massif dalam rangka mendukung mutu pendidikan. Masih banyak masalah pendidikan yang harus dikaji. Selain kurikulum serta masalah lain, fasilitas yang memadai juga menentukan kelancaran studi. Dana pemerintah saja rasanya kurang realistis jika harus difokuskan ke arah sana semua. Sehingga perlu kerjasama dari “wakil rakyat”. Bagi yang merasa dirinya “wakil rakyat” dia pasti tahu skala prioritas untuk masyarakat ketimbang Gedung Baru DPR atau wisata ke luar negeri. Sungguh ironis.
Masih banyak fasilitas-fasilitas pendidikan yang kurang memadai. Kekurangan kelas serta perbaikan gedung sekolah masih banyak yang belum mendapatkan perhatian. Di daerah Banyumas masih terdapat beberapa sekolah yang butuh penambahan kelas dan perbaikan gedung sekolah. Hal yang sama juga dirasakan oleh pihak sekolah di daerah Tangerang yang menghimbau untuk penambahan kelas. Belum lagi minimnya fasilitas di daerah marginal. Akses informasi pendidikan mapet. Perpustakaan sekolah belum mampu menjadi cerminan gudang informasi ilmu. Layanan internet masuk desa pun masih minim. Sungguh miris, seharusnya level ini lebih mudah untuk diselesaikan.
Sosok Andrea Hirata dalam novelnya bertajuk Laskar Pelangi mampu menginspirasi bangsa Indonesia. Tidak hanya sekadar novel belaka, dalam dunia perfilman pun agaknya menjadi perhatian besar. Pesan yang disampaikan sungguh sesuai dengan kondisi pendidikan Indonesia. Seharusnya anggota dewan segera cuci otak dengan keberadaan fenomena ini. Mulailah dengan peduli terhadap aspirasi rakyat. Sangat perlu bagi anggota dewan sesekali bertandang ke gubug pendidikan, sembari ngopi biar tak ngantuk saat sidang. Jika kurang percaya segera dibuktikan.
Perlu adanya rasionalisasi kebijakan bagi penguasa parlemen. Anggota dewan harus berpikir jauh terhadap kebijakan yang diambil. Hal ini yang akan menentukan penerimaan publik terhadap keberadaannya di parlemen. Perlu optimalisasi kinerja anggota dewan. Jangan minta lebih kalau tidak bertarget. Kesadaran ini harus dipupuk dari sekarang. Butuh empati anggota dewan dalam rangka kemajuan pendidikan Indonesia. Sehingga tidak ada lagi laporan-laporan murahan terkait fasilitas pendidikan karena seharusnya lebih mudah teratasi. Selanjutnya harus mampu bergerak bersama dalam menekan macetnya akses pendidikan bagi kalangan pinggiran. Karena selama ini diyakini akses pendidikan lebih terjangkau oleh kalangan elit, termasuk bagi anak mereka yang duduk di parlemen. Merujuk dari pernyataan Peter M. Senge peneliti dari Amerika dalam sebuah bukunya berjudul The Fifth Discipline: The art and practice of the learning organization menegaskan bahwa aset yang paling berharga di dalam sebuah organisasi adalah manusia (people), selebihnya hanya sebatas alat. Ini menjadi masukan bagus bagi Indonesia betapa pentingnya dalam mempersiapkan Sumberdaya Manusia yang berkualitas dalam rangka Indonesia yang lebih maju. Penting bagi anggota parlemen. Butuh keseriusan, tenaga serta alokasi anggaran yang lebih dalam mewujudkan taraf pendidikan berkualitas. Sehingga niatan untuk membangun istana DPR sejatinya perlu kajian ulang. Jika tetap ngotot maka harga diri DPR perlu dipertanyakan. Rakyat butuh janji tak hanya spekulasi.

Rico Juni Artanto
Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar